Sentani, MC KMAN VI – Perwakilan Komunitas Masyarakat Adat Bayan Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) menyoroti kurangnya perhatian serta peran serta pemerintah dalam melindungi dan mengawasi regulasi soal hak guna usaha atau HGU di kawasan hutan Rinjani atau yang disebut “Bumi Dalam” yang dikeluarkan pemerintah secara sepihak.
Hal tersebut menjadi atensi Raden Apriadi dalam sesi diskusi Ro Riya atau serasehan pertama peserta Kongres Masyarakat Adat Nusantara KMAN VI Tahun 2022 yang berlangsung di Kampung Yokiwa, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Selasa (25/10/2022).
Raden Apriadi menyatakan komunitas masyarakat adat Bayan Lombok Utara meminta pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi Widodo atau Jokowi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Daerah setempat untuk serius mengatasi persoalan masyarakat adat, termasuk mengeluarkan regulasi perlindungan Gunung Rinjani sebagai situs ritual Masyarakat Adat Bayan Lombok.
“Kami terus berjuang, di satu sisi diklaim oleh pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), di sisi lain kami juga mengklaim sebagai masyarakat adat yang mensakralkan gunung Rinjani sebagai bukti bahwa ritual- ritual adat selalu kami lakukan di sana,” kata Raden Apriadi.
Raden Apriadi mengutarakan kondisi tersebut merupakan perjalanan panjang Komunitas adat Bayan yang telah di perjuangkan selama 12 tahun, yang ditempuh dengan cara-cara santun seperti diskusi, dialog dengan pemerintah meskipun lokasi tersebut masih di klaim oleh TNGR tetapi TNGR mau membuka diri masih mau melibatkan masyarakat adat saat ini.
“Bagimanapun juga kami masih mengakui dan kami mau hutan itu harus kembali, termasuk sebagai wilayah yang di kelola perusahaan harus kembali kepada kami masyarakat adat “tuturnya.
Raden Apriadi mengaku butuh perhatian pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden, Kementrian KLHK serta pihak –pihak terkait, sehingga regulasi yang di keluarkan dapat di tuangkan dalam bentuk Peraturan yang kemudian di turunkan ke pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah lebih cepat bergerak.
Muhammad Said, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian Linkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, poin-poin pada pelaksanaan KMAN VI tahun ini menjadi rekomendasi sebagai syarat KLHK untuk segera menetapkan hutan adat.
“Kami di KLHK mengikuti regulasi yang ada, dari kongres ini [KMAN VI] mendorong bagaimana syarat-syarat penetapan hutan adat bisa dipercepat dipenuhi oleh masyarakat adat bersangkutan,” tutur Muhammad Said.
Sumber: MC KMANVI Kab. Jayapura