Sidang Komisi III KMAN-VI Menghasilakan Beberapa Rekomendasi kepada Pemerint

Kabar
Pimpinan sidang, Bilha Ribka Walli dan anggota diakhir sidang Komisi III. Foto: Alfonsa
Pimpinan sidang, Bilha Ribka Walli dan anggota diakhir sidang Komisi III. Foto: Alfonsa

Sentani, MC KMAN VI –  Sidang Komisi III-Resolusi Masyarakat Adat KMAN ke-VI Jumat,(28/10) dipimpin  Bilha Ribka Walli, didampingi Sekretaris Ariana beserta anggota: Zainal Abidin,Yasingta Labente dan Rima Simamora.

Kepada media ini, Bilha mengatakan, dari 24 resolusi sementara kemudian dalam dinamika diskusi telah menghasilkan tambahan beberapa tambaha  resolusi yang menurut peserta perlu dan relevan dengan kondisi masyarakat adat hari ini dan akan datang.

Keputusan hari ini menurut Bilha,”Semua adalah hasil kesepatakan bersama masyarakat adat yang sah dalam KMAN ini. Sehingga menurutnya, wajib diperjuangkan Ketua dan  Sekjen AMAN Pusat hingga ke rana pemerintah.  Saya pikir yang mendesak adalah  RUU Masyarakat Adat. Kami minta segerah disahkan secepatnya,” tegas Bilha.

Berikut beberapa point rekomendasi yang menurut rekan pimpinan sidang lainnya, Zainal Abidin,” Semoga hasil sore ini, bisa diplenokan besok,Sabtu. Dan semua yang menjadi kesepakatan bersama di komisi resolusi diharapkan dapat terealisasi di tingkat masyarakat adat maupun pemerintah.”

Komisi III KMAN  menyadari bahwa untuk mewujudkan cita-cita masyarakat adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Dinilai  belum menapak, itu sebabnya dikatakan, bumi, bagai “jauh panggang dari api.”  Di tengah perjalanannya pergumulan masyarakat adat menemukan tantangan yang sangat berat.

Berikut  rekomendasi dari segi ekonomi, sosial, budaya, HAM, perempuan, pengelolaah sumber daya alam serta tuntutan pengesahaan RUU masayrakat adat. Diantaranya, ada beberapa rekomendasi.

Pertama,  masyarakat adat mengapresiasi pengakuan hutan adat yang secara deklaratif diakui pada 30 Desember 2016. Namun, belum diikuti upaya pembuktian total dan menyeluruh melalui mobilisasi birokrasi.  Dan di sini lain, administrasi negara dari tingkat nasional, daerah, hingga desa di seluruh Indonesia.

Kedua, mendesak pemerintah  segera memberikan kebebasan penuh kepada masyarakat adat untuk menjalankan sistem pendidikan sesuai dengan adat dan komunitas adatnya.

Keempat, masyarakat adat selama ini belum diberikan peran dan dukungan secara  optimal dalam pembangunan. Maka, melalui Kongres ini, kami minta agar pemerintah memberikan peluang dan dukungan serta pendampingan nyata. Misalnya peran masyarakat adat dalam bidang pembangunan sebagai aktor dari tata kelola yang baik.

Kelima, mendesak  pemerintah harus menghentikan bentuk kriminalisasi, kekerasan, intimidasi dan pelanggaran HAM di seluruh wilayah masyarakat adat.  Kepada TNI-Polri dalam penanganagan konflik terkait sengketa wilayah adat harus dengan dilakukan dengan cara persuasif. Bukan represif.

Keenam, menolak penguasaan negara secara sepihak atas perdagangan karbon.

Hal lain, pemerintah harus memastikan program UMKM di seluruh wilayah adat serta  melibatkan masyarakat adat setempat.

Mendesak pemerintah untuk mengesahkan agama leluhur dan mengaturnya dalam satu peraturan di Dirjen Kementrian Agama yang mengakui Agama Leluhur.

Dan yang berikutnya adalah tuntutan agar segera mencabut Undang-Undang Cipta Kerja yang berpotensi mengancam hak-hak masyarakat adat Nusantara.

Demikian beberapa point hasil rekomendasi. Besok, Sabtu, (29/10) akan dilanjutkan Sidang pleno yang mengakomodir hasil rekomendasi rapat komisi I-II dan III di Stadion Barnabas Youwe,Sentani,Kabupaten Jayapura.

Sumber: MC KMANVI Kab. Jayapura

Leave a Reply

Your email address will not be published.