Tak Ada Kemauan Politik dari DPR untuk Mensahkan RUU Masyarakat Adat

Kabar
Mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu
Mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu

Sentani, MC KMAN VI –  Teriakan keras tentang Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat (MA) yang belum disahkan DPR RI itu, kembali terdengar lagi dari Masyarakat Adat (MA) se Nusantara yang terlontar dalam dialog pada Kongres Masyarakat Adat (KMAN) ke-VI, Senin, 24 Oktober 2022 di Stadion Barnabas Youwe.

Sekitar 2000-an peserta (KMAN) ke-VI, meminta DPR RI untuk segera mengesahkan RUU MA.  Teriakan itu semakin kencang lantaran hak-hak masyarakat adat dicaplok oleh korporasi untuk kepentingan bisnis.

Menanggapi teriakan MA itu, lalu  Mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu yang hadir dalam acara dialog KMAN ke-VI menyatakan, “Suara masyarakat adat adalah suara saya. Untuk itu, saya mengajak seluruh masyarakat di nusantara  supaya bersatu padu untuk mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang – Undang Masyarakat.

“Kita tidak boleh duduk dan menangis saja. Saya ada bersama masyarakat adat. Mari kita menghadap dan meminta DPR RI dan Presiden untuk segera mengesahkan RUU MA,” kata Barnabas Suebu yang disambut tepuk tangan dari peserta KMAN VI itu.

Sementara itu, Abdon Nababan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menjelaskan, bahwa persoalan RUU MA ini menjadi sorotan lantaran RUU MA  yang diusulkan oleh dua anggota fraksi Partai Nasional Demokrat asal daerah pemilihan Sulawesi Selatan dan Papua, sudah dibahas sejak periode 2014-2019.

“RUU itu juga sudah disetujui oleh rapat pleno Badan Legislasi (Baleg)  DPR pada 4 September 2020. Namun RUU ini tidak pernah disahkan dalam rapat paripurna DPR. Padahal rancangan itu sangat penting untuk menjaga kelestarian budaya dan adat istiadat beragam suku di Indonesia,” kata Abdon Nababan.

Dalam dialog usai pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara itu, tampil sejumlah perempuan adat dari berbagai komunitas adat se Indonesia menyatakan, bahwa salah satu hal yang membuat RUU ini tidak pernah disahkan dalam rapat paripurna DPR adalah karena tidak adanya kemauan politik, baik dari presiden maupun DPR. Padahal tujuh fraksi sudah sepakat melanjutkan RUU ini sebagai hak inisiatif DPR hasil pleno Badan Legislatif, sementara dua fraksi menolak.

Salah satu perwakilan Perempuan Adat asal Papua, Rosita Tecuari dalam dialog KMAN ke VI itu, meminta agar DPR RI dan Pemerintah Pusat segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.

“Lahan dan hutan kami ratusan hektar dijarah untuk kepentingan pihak-pihak perusahaan swasta dalam investasi sawit. Masyarakat adat menjadi korban. Oleh sebab itu, melalui kongres masyarakat adat saat ini kami minta  dengan hormat agar pemerintah pusat dapat memperhatikan hal ini dengan serius. Dan para pimpinan dan anggota DPR-RI yang kami hormati, segerah sahkan RUU masyarakat adat,” tegas Rosita Tecuari.

Rintihan perempuan adat seperti Rosita Tecuari sangat beralasan. Soalnya, fraksi yang menolak itu dihantui bayang-bayang bahwa RUU Masyarakat Adat akan menjadi hambatan bagi pembangunan dan investasi. Atau dikhawatirkan akan bertabrakan dengan pelaksanaan Undang-undang Cipta Kerja. Pada praktiknya, korporasi-korporasi besar sebenarnya yang mencemaskan keberadaan undang-undang tersebut. Ini tampak dari pencaplokan tanah-tanah adat oleh perusahaan tertentu di seluruh wilayah adat se Nusantara.

Untuk itu, Barnabas Suebu dengan suara lantang menyatakan siap bersama masyarakat adat nusantara untuk mendesak DPR RI agar segera mengesahkan RUU itu. “Saya siap! Kita bersama-sama seluruh masyarakat adat nusantara, kita mendatangi gedung DPR-RI hingga Presiden Jokowi dan meminta agar RUU masyarakat adat segera disahkan,”  kata Barnabas Suebu.

Sumber: MC KMANVI Kab. Jayapura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *