Membangun Peradaban di Atas Dasar yang Lama

Kabar
Barnabas Suebu. Tokoh Masyarakat Adat Sentani, yang menjadi salah satu narasumber dalam dialog antara pemerintah dan masyarakat adat pada hari pertama pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Stadion Barnabas Youwe Sentani Kabupaten Jayapura, pada Senin 24 Oktober 2022. Foto paskalis keagop.
Barnabas Suebu. Tokoh Masyarakat Adat Sentani, yang menjadi salah satu narasumber dalam dialog antara pemerintah dan masyarakat adat pada hari pertama pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Stadion Barnabas Youwe Sentani Kabupaten Jayapura, pada Senin 24 Oktober 2022. Foto paskalis keagop.

Sentani, MC KMAN VI –  EKSISTENSI masyarakat adat adalah satu keniscayaan. Masyarakat adat sudah ada jauh sebelum lahirnya negara bangsa, Indonesia. Masyarakat adat nusantara adalah fondasi, sekaligus pemangku kepentingan, prasyarat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam Pancasila, yang kini menjadi dasar dan ideologi negara Republik Indonesia, bukanlah nilai-nilai yang diambil dari ruang hampa. Tetapi justru digali dan ditemukan oleh para pendiri negara bangsa Indonesia dari bumi nusantara sebagai kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam semua aspek kehidupan Masyarakat Adat Nusantara (MAN) sejak ribuan tahun yang lalu.

Tanpa MAN, tidak mungkin ada Pancasila, berarti pula tanpa MAN, tidak mungkin atau mustahil ada NKRI, yang hingga kini masih tetap eksis di atas fondasi Pancasila.

Demikian juga kebangsaan Indonesia, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, mengandung nilai-nilai yang telah menuntun para pemuda dari semua suku bangsa yang hidup di bumi nusantara ini untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 1928, dengan menyatakan: Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Berbahasa satu, bahasa Indonesia, dan Bertanah air satu, tanah air Indonesia.

Nilai-nilai dari Sumpah Pemuda itu, selalu dan senantiasa mengingatkan kita bahwa, kebangsaan Indonesia terbentuk sebagai himpunan dari perbedaan pelbagai keberagaman, yang justru memperkaya, memperindah dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, dan bukan sebaliknya. Naluri kebangsaan Indonesia itu justru diilhami oleh nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat suku bangsa yang hidup di kepulauan nusantara ini.

Sekali lagi saya katakan, tanpa MAN adalah tidak mungkin atau mustahil lahir satu gerakan pemuda dari berbagai suku-bangsa untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda, pada 1928 dengan semboyan, Bhinneka Tunggal Ika.

Ditinjau dari perkembangan hukum internasional, maka deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Penduduk Asli, yang masih hidup dan tersebar di berbagai bagian dunia, termasuk di Indonesia yang bisa kita sebut MAN dalam Resolusi PBB Nomor 61/295 Tahun 2007, menegaskan dengan sangat jelas, tegas, dan lugas tentang eksistensi, hak-hak hidup, kelanjutan hidup, posisi dan perannya di tengah-tengah negara-bangsa yang sedang membangun peradaban secara berkelanjutan.

Pancasila sebagai ideologi negara dan bangsa hendaklah bersifat dinamis dan hidup apabila Pancasila dijadikan tolok-ukur dalam proses pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Dengan demikian proses pembangunan nasional di dalam dirinya sekaligus membentuk jati diri bangsa.

Selain itu, pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila dari setiap individu warga negara dalam hidup kesehariannya akan mempercepat pembentukan jati diri bangsa dan sekaligus mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila.

Hal-hal yang disebutkan di atas adalah beberapa di antara hal-hal yang sangat mendasar sebagai fondasi berdirinya NKRI, yang masih berdiri teguh dan masih eksis sampai hari ini. Itulah sumbangan atau kontribusi terbesar dari MAN dalam sejarah berdirinya NKRI dan sekaligus memberikan arah untuk mencapai tujuan negara dari NKRI, yang tidak bisa disangkal oleh siapapun.

Namun demikian, sejarah pembangunan peradaban manusia tidak saja membawa dampak yang positif bagi penduduk pribumi, tetapi juga membawa dampak yang negatif, antara lain: proses marginalisasi, depopulasi, nihilisasi ruang dalam tata ruang nasional, degradasi lingkungan hidup, proses pelemahan, pembodohan, dan pemiskinan secara struktural serta proses kepunahan.

Pengalaman buruk dalam sejarah pembangunan peradaban manusia seperti yang disebutkan di atas, telah menggugah dan membawa kesadaran baru bagi seluruh penduduk dunia yang tergabung dalam PBB, memutuskan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Penduduk Pribumi.

Di dalam Deklarasi PBB, pada bagian konsideran dan isinya pada Pasal 1 dan Pasal 2, antara lain berbunyi: 1)  Berpedoman dan tujuan dan prinsip piagam PBB, dan itikad yang baik dengan memenuhi kewajiban yang dimaksud oleh bangsa-bangsa sesuai dengan piagam. 2) Menegaskan bahwa masyarakat pribumi setara dengan orang lain, walaupun pengakuan hak dari semua orang berbeda-beda, melihat diri sendiri berbeda, dan dihormati secara berbeda pula. 3) Menegaskan juga bahwa semua manusia memberikan kontribusi pada keragaman dan kekayaan dari peradaban dan budaya yang merupakan warisan bersama umat manusia.

Keempat: Keprihatinan bahwa masyarakat pribumi telah menderita ketidakadilan sejarah sebagai hasil dari: timbal-balik, kolonisasi dan pengambilalihan tanah, wilayah dan sumber-sumberdaya mereka. Hal demikian tersebut yang pada dasarnya menghalangi mereka melaksanakan hak-hak mereka untuk berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keterwakilan mereka sendiri. 5) Mengetahui kebutuhan desak mereka untuk menghargai dan menaikkan hak azasi dari masyarakat pribumi yang diperoleh dari struktur politik, ekonomi dan sosial mereka serta dari budaya, tradisi spiritual, sejarah dan filosofi mereka, terutama hak atas tanah, wilayah serta sumber-sumberdaya mereka.

Keenam: Mengetahui bahwa pada usaha pengembangan oleh masyarakat pribumi yang berpengaruh pada mereka    dan tanah, wilayah dan sumberdaya mereka akan membuat mereka mampu untuk mempertahankan dan memperkuat institusi budaya dan tradisi dan untuk memajukan pembangunan dan manajemen yang sesuai dengan aspirasi mereka. 7) Mengakui bahwa menghormati pengetahuan, budaya dan praktek-praktek tradisi pribumi memberikan sumbangan pada lingkungan yang kokoh dan pembangunan yang adil serta manajemen yang layak.

Kedelapan: Pengakuan dan penegasan bahwa individu pribumi berhak mendapatkan semua hak yang tercantum dalam hukum internasional tanpa diskriminasi, dan bahwa masyarakat pribumi memiliki hal kolektif yang sangat diperlukan untuk keberadaan kebahagiaan mereka, dan pembangunan integral sebagai manusia.

Kesempilan: Pasal 1: Masyarakat pribumi mempunyai hak untuk menikmati sepenuhnya sebagai suatu kelompok ataupun sebagai individu atas segala hak azasi manusia dan kebebasan mendasar seperti yang tercantum dalam Piagam PBB, deklarasi universal hak-hak azasi manusia, dan hukum tentang hak azasi manusia secara internasional. 10) Pasal 2: Masyarakat pribumi dan tiap-tiap individu bebas dan setara dengan segala bangsa dan semua individu serta mereka mempunyai hak untuk terbebas dari segala macam diskriminasi, dan dalam pelaksanaan hak mereka, khususnya yang berdasarkan asal-usul atau identitas mereka.

Dengan demikian, berdasarkan deklarasi tersebut, masyarakat pribumi yang hidup dan tersebar di seluruh dunia, termasuk MAN di Indonesia ini, tidak bisa dan tidak boleh dianggap apalagi dinyatakn tidak ada atau sudah tidak ada lagi.

Oleh karena itu, Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMan) keenam kali ini di Jayapura harus menegaskan kembali atau menyerukan secara tegas dan lugas bahwa, “masyarakat adat nusantara masih ada, masih hidup, masih eksis di bumi nusantara ini”. Bahwa masyarakat adat nusantara, adalah pemilik yang sah dan salah satu pemangku kepentingan dari Republik ini.

Oleh karena itu, perjuangan MAN untuk adanya UU RI tentang Hak-hak Dasar dari MAN, bukan saja perlu, tetapi sangat penting dan mendesak. Mengapa UU masyarakat adat ini penting dan mendesak? Karena NKRI mempunyai tanggung jawab dan kewenangan untuk menjamin keberpihakan, keadilan, kesetaraan kepada MAN untuk mendapatkan ruang hidup, hak hidup dan kelanjutan hidupnya, hak untuk diakui, dihargai dan dihormati market dan martabat kemanusiaannya.

Harapan saya, kiranya Kongres Masyarakat Adat Nusantara yang mulia ini dapat mendesak kepada Pemerintah dan DPR RI, agar segera mengundangkan UU tentang Masyarakat Adat, dari penduduk pribumi nusantara beserta segala aturan pelaksanaannya.

Sumber: MC KMANVI Kab. Jayapura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *