Perempuan Adat Posso Terisnpirasi dari 14 kampung Adat di Kabupaten Jayapura

Kabar
Ibu Anny dengan busana adat Poso ketika diwawancarai media ini. Foto: Alfonsa.MC-AMAN.
Ibu Anny dengan busana adat Poso ketika diwawancarai media ini. Foto: Alfonsa.MC-AMAN.

Sentani, MC KMAN VI – ANNY perempuan adat asal Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah merasa bersyukur bisa datang ke Papua dan ikut KMAN ke-enam di Kabuapten Jayapura.

Untuk ke-Papua menurutnya  harus ada keputusan penuh, berikut kesaksian Anny,”saya punya tanggunjawab terhadap suami dan kedua anak serta cucu. Ketika saya tidak hadir, saya merasa tidak melangkah maju. Dan ketinggalan informasi dari KMAN. Saya berangkat ke Papua,tanggal 15 Oktober 2022.”

Anny adalah tokoh perempuan yang diakui kelompok adatnya. Ia sering dipercayakan mengukuhkan pasangan yang akan menikah.

“Sewaktu saya mau ke sini(Jayapura) saya harus mengukuhkan satu pasangan yang akan menikah, tanggal 14. Dan tanggal 15-nya, saya ikut kapal. Hal lain yang dilewatkan dalam hari jadi cucu pertamanya yang ke-10 pada 26 Oktober 2022. Saya pesan kepadanya,Tuhan pasti berikan  umur panjang bagimu,cucuku.”

Semua itu, saya lakukan demi kepentingan bersama masyarakat adat. Pada KMAN kali ini, kata Anny,”Saya terinspirasi dari 14 kampung adat yang ada di Kabupaten di Jayapura. Dari sini, saya kembali, kami akan lebih giat lagi memperjuangkan hak-hak wilayah adat kami,agar bisa diakui negara. Tuntutan kami tak lain, disahkannya RUU Masyarakat Adat.”

Sejak  komunitas yang dipimpinnya mulai mengikuti kegiatan yang dilakukan AMAN di daerahnya. Dan kemudian bergabung di AMAN. Dengan terlibatnya  SPEDA sebagain besar perempuan yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Kebanyakan di kalangan kami, hanya tamatan SD atau tidak. Termasuk saya, hanya sampai kelas 3 SD saja. Tapi, saya terus belajar untuk menyuarakan keselamatan lingkungan adat kami.

“Kami perempuan yang tidak tahu soal pencaplokan hutan adat. Dengan kami terlibat di AMAN,kami jadi paham tentang kerja-kerja KMAN. Cukup memberikan dampak positif. Kami sering mendapat kesempatan dalam diskusi tingkat region berupa pelatihan paralegal dan lainnya yang berkitan dengan masyarakat adat.”

Itu dirasa turut membina komunitas-komunitas adat, khususnya perempuan di akar rumput. Selain itu, mereka juga mulai mengasa diri dengan mencari informasi. Menghadiri diskusi yang kemudian membuat kami berani untuk menolak  beragam eksploitasi sumber daya alam.

“Setiap bulan, kami mengirim surat kepemilikan tanah kami. Karena pembebasan itu dilakukan secara massif. Oleh calo tanah, sampai saat ini, saya masih berada dalam titik rawan,”ujarnya.

Dari pengalamannya ketika mengikuti Kongres ke-II di Pontianak.

Banyak hal yang dipelajari dari kasus-kasus di wilayah lain yang bersinggungan langsung dengan perusahaan-perusahaan besar. Termasuk perusahaan listrik terbesar di Poso,milik Jusuf Kalla.

“Saya  mulai menyadari akan kehadiran perusahaan listrik tenaga air di wilayah Danau Poso. Yang merupakan pemasok air bagi pembangkit listrik. Sungai itu juga menjadi sumber kebutuhan warga di beberapa aliran yang berpusat dari Danau  Moso,”kesan Anny.

Di wilayah Poso, ada tiga wilayah adat yang sudah teregistrasi diantaranya :Wilayah Adat Lage, Pebato dan Pamola Tenggara.

Danau Poso yang terletak di Kota Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Danau Poso terletak di rute jalur utama dari Toraja di bagian Selatan dan Gorontalo — Manado di bagian Utara. Danau Poso berpasir kuning keemasan.

Kehadiran mega proyek tersebut telah menimbulkan masalah serius bagi warga di sekeliling Danau Poso yang jadi sumber air untuk menggerakkan total 11 turbin dari PLTA Poso I (4×30 MW), PLTA Poso II (3×65 MW), PLTA extension (4×50 MW).

Listrik dengan kekuatan 515 MW, PT Poso Energy, perusahaan milik keluarga Jusuf Kalla itu membendung Sungai Poso sehingga menyebabkan naiknya permukaan air di Danau, melakukan pengerukan sepanjang 12,8 km di outlet Danau Poso serta mereklamasi wilayah ulayat adat Danau Poso.

Menurutnya beban puncak listrik yang hendak dipenuhi perusahaan keluarga Jusuf Kalla itu, justru jadi puncak beban para petani dan nelayan di sekeliling Danau Poso.

Dengan kehadiran perusahaan itu, menurut Anny,”Kami banyak dijanjikan dengan iming-iming kesejahteraan. Tetapi, bagi kami, itu bukan yang utama yang ditawarkan PT.Poso Energy kepada masyarakat adat.”

Pandangan ibu dua anak  kepada media ini,“Kami takut, wilayah adat kami teracam rusak. Mereka punya izin beropesai, jadi, secara fisik kami sulit untuk menolak. Ada cara lain untuk bisa melawan dan mempertahankan wilayah adat dari ancaman kerusakan lingkungan.”

Anny bersama komunitasnya kemudian membentuk Serikat Perempuan Desa(SPEDA)pada  2017. Visi SPEDA,”mari kita selamatkan bumi dengan tanganmu.”

Sejak itu, SPEDA rutin berdiskusi terkait penyelamatan hutan dan tanah adat. Lebih luas lagi  Anny dan kelompoknya terus  membangun jaringan yang lebih luas kepada orang-orang yang peduli  terhadap lingkungan.

“ Jadi kami termotivasi untuk terus menyuarakan penyelamatan lingkungan dan hutan adat kami. Meski, di tengah perjalanan ada riak-riak sinis yang tidak meyakini kehadiran AMAN bagi komunitas masyarakat adat. Menurut mereka yang tidak sejalan, melihat kehadiran AMAN hanya memanfaatkan dan kami, dimanfaatkan. Saya, melihatnya berbalik, justru,  kami diberikan pemahama.

Memang Anny mengakui, membutuhkan kesadaran dari setiap kita, perempuan. Kalau berpatokan pada hukum, uang,pengetahuan. Kata Anny,”Kami perempuan di desa tidak paham soal semua itu. Tetapi, dengan adanya  paralegal. Kami jadi paham.”

Adanya kedekatan dengan masyarakat adat lainnya, turut mengambil bagian dalam penyelamatan hutan adat.

Menurut Anny, “Untuk memulihkan tanah-tanah bekas perusahaan. Kami para perempuan membuat bibit tanaman asli. Bibit itu, kami tanam secara bersama di kawasan perusahaan,dengan tujuan sumber-sumber air tetap aman.”

Dalam perjalannya, banyak  tawaran dari perusahaan untuk seratus perempuan dari komunitas untuk membangun UMKM dan tawaran lainnya.

“sebelum menerima, kami perlu tahu kejelasan dan tujuan utama dari pemberian itu. dan juga. Menuju tahun politk kedepan ini. Kami di kampung sudah berkomitmen akan memilih perempuan yang benar-benar ada untuk menyuarakan hak-hak masyarakat adat. Kami akan duduk bersama dengan orang-orang yang pro-terhadap kami.”

Sekembalinya dari Kongres KMAN ke-II. “Saya lebih banyak memberi informasi kepada masyarakat daya di Posso terutama di komunitas saya.

Sumber: MC KMANVI Kab. Jayapura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *