Hutan Rahasia di Teluk Youtefa Yang Semakin Termarjinalisasi oleh Pembangunan

Kabar
Dominggas Nari(Dona) pemateri pada sarasehan di Pulau Metu Debi,(25/10). Aktivis Perempuan Papua-Akademisi. Foto: Alfonsa.
Dominggas Nari(Dona) pemateri pada sarasehan di Pulau Metu Debi,(25/10). Aktivis Perempuan Papua-Akademisi. Foto: Alfonsa.

Sentani, MC KMAN VI –  Dampak  dari Pembangunan, terjadilah depopulasi dan marginalisasi terjadi dalam tatanan masyarakat adat di  khususnya hutan perempuan di teluk Youtefa. Menurut aktivis perempuan Papua dan juga Akademisi,Dominggas Nari (Dona) kepada media ini  dalam sebuah sarasehan,” Depopulasi dan Marjinalisasi Masyarakat Adat”yang berlangsung,(25/10) di pulau Metu Debi, Kampug Engros, Kota Jayapura.

Menurutnya, KMAN kali ini, cukup berpengaruh bagi Papua, khususnya masyarakat adat di Teluk Youtefa. “Kita di Papua sangat terasa sekali yang namanya marjinalisasi. Itu semua akibat dampak dari pembangunan. Tanpa kita sadari, secara langsung muncul yang namanya  marginalisasi dan depopulasi. Dan itu berdapkan keras dalam berbagai bidang, mulai dari  ekonomi, politik, HAM,pendidikan, lingkungan dan sebagainya.”

Dona pada kesempatan itu mengaku, harus membalik judul tema di atas menjadi,”Marjinalisasi dan Depopulasi Masyarakat Adat.”

Mengapa demikian berikut yang diutarakan Dona. Pertama,”Saya melihat, ketika marginalisasi terjadi. Maka dengan sendirinya di situ ada depopulasi masyarakat adat. Yang paling  terutama adalah perempuan. Dampak lain dari adanya pembangunan adalah ekonomi perempuan yang dihasilkan dari hutan adatnya—seperti hutan perempuan di teluk ini; Teluk Youtefa. Dia akan tetap menjadi hutan rahasia yang semakin termarjinalkan di tengah masyarakat adat.”

Terkadang dalam arus pembangunan yang begitu deras dank eras dialami masyarakat adat. Depopulasi masyarakat adat akibat dari kebijakan dan pola pembangunan yang tidak memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Masyarakat adat selama ini secara terus-menerus mengalami diskriminasi sehingga menyebabkan pengurangan depopulasi dari sektor hilangnya wilayah adat dan kehancuran identitas budaya.

Misalnya, kesan Dona,” Kita bilang tanah tidak boleh di jual. Seperti di tempat yang kita berdiri sekarang ini(Enjros), mereka punya aturan adat yang sangat jelas. Atur laut untuk semua suku yang ada di sini. Kalau kita mau berjuang untuk keutuhan masyarakat adat. Kita tidak boleh lupa bahwa di sini, ada kepala suku bertotem “ikan” (namanya Insory) yang dimiliki pemilik marga (fam) Sanyi di kampung Enjros. Dengan demikian, wilayah adat mereka itu, harus dikembalikan.

Dona berharap di depan peserta sarasehan yang berjumlah 150-an lebih ini,”akan melahirkan strategi penyelamatan dan perlindungan masyarakat adat yang telah dan sedang mengalami marjinalisasi secara masif yang mengarah pada depopulasi. Dampak itu sekarang ada di depan mata masyarakat adat saat ini. Bisa dilihat dari akses ekonomi.

Sumber: MC KMANVI Kab. Jayapura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *