JMW Terbitkan Buku Jayapura Emas 2030

Kabar
Mantan Direktur RSUD Abepura yang juga penulis buku Jayapura Emas 2030, Dr. John Manangsang Wally
Mantan Direktur RSUD Abepura yang juga penulis buku Jayapura Emas 2030, Dr. John Manangsang Wally

Sentani, KMANVI.JAYAPURAKAB.GO.ID –  Dr. John Manangsang Wally, karier terakhirnya menjabat sebagai Direktur RSUD Abepura, kembali menerbitkan bukunya yang ke-5 berjudul “Jayapura Emas 2030″, diterbitkan oleh Yayasan Gratia Papua.

Dokter John berkisah kembali soal masa-masa sulit jelang pelaksanaan PON XX dan Peparnas XVI 2021 di Papua yang dihadapkan dengan persoalan pandemi Covid-19, serta adanya eskalasi aksi demo terkait masalah banjir bandang dan tanah longsor di Sentani.

John memberikan kata pengantar dalam bukunya yang berjudul; ” Jayapura Emas 2030″, dengan kata pengantar dari Prof. Dr. Berth Kambuaya, MBA. Kemudian kata sambutan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP., M.H., Komjen Pol. Paulus Waterpauw selaku Deputi II BNPP RI saat itu, Kapolda Papua Irjen Pol. Mathius D. Fakhiri, S.IK., dan Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, S.E., M.Si.

“Buku ini adalah suatu pemikiran yang lahir di tengah-tengah masa sulit waktu menjelang PON XX 2021 lalu. Jadi, menjelang PON waktu itu saya dihadapkan pada masalah yang hampir sama dengan yang sekarang mau menjelang pelaksanaan Kongres AMAN VI ini. Waktu menjelang PON itu, pertama kita dalam kungkungan Covid-19. Semua orang dalam keadaan takut, apakah bisa atau tidak PON itu terlaksana,” ujar John Manangsang Wally ketika dikonfimasi sejumlah awak media, di Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa, 30 Agustus 2022.

“Terus yang kedua waktu itu, eskalasi dari aksi-aksi demo ini terlalu tinggi waktu itu. Karena persoalan banjir bandang dan jalan-jalan alternatif yang belum selesai waktu itu. Jadi, eskalasinya itu terlalu tinggi dari aksi demo. Saya lihat itu, kalau eskalasi demo terlalu tinggi sementara pemerintahnya sedang fokus untuk satu kegiatan yang sangat besar. Maka itu, nanti kasihan dan melemahkan serta kita tidak sinergi. Artinya masyarakat dengan ini tidak sinergi, padahal sama-sama dalam hatinya itu ingin sukseskan PON XX,” sambungnya.

Akan tetapi, pria yang akrab disapa JMW ini mengatakan, kita berperan pada posisi yang berbeda dan saling menjatuhkan.

“Nah, waktu itu terpaksa saya duduk tulis buku ini dengan harapan inilah jalan tengah (solusi). Mari pemerintah dan masyarakat kita bersatu dulu, kita menghadapi dulu event PON ini. Dengan asumsi atau pikiran saya waktu itu, kalau kita sukses PON dan kalau kita juga sukses selesaikan masalah-masalah banjir yang waktu itu menjadi trend besar sekali di sini. Kalau kita bisa lewati dua gelombang ini, berarti itu sama dengan kita bisa lewati dua ombak yang dahsyat,” katanya.

“Sehingga kita akan melihat pulau keteduhan, pulau kedamaian dan pulau harapan, yaitu pulau Kabupaten Jayapura Baru yang lebih baik. Tetapi, kalau dua gelombang ini kita tidak bisa lewati saat itu, maka itu saya sendiri pesimis gitu. Karena dia akan berakhir dengan sesuatu yang kurang sehat di dalam kehidupan bermasyarakat, di mana waktu itu dia punya eskalasinya sudah sudah agak tinggi,” ujar salah satu tokoh masyarakat adat Bhuyakha (Sentani) itu menambahkan.

Sebelum buku Jayapura Emas 2030 ini terbit, John mengajak teman-teman lain untuk sama-sama membedah buku tersebut untuk sebenarnya mengalihkan pikiran-pikiran atau perhatian yang sedang mengerucut dalam hal dikotomi yang tajam, sehingga lahirlah buku karyanya ini.

“Kemudian, kita memberikan solusi-solusi alternatif dan dalam tulisan-tulisan itu lahirlah semacam inspirasi-inspirasi, bagaimana kalau kita sudah lewati dua gelombang besar ini. Kira-kira pulau tujuan apa yang ingin kita mau capai, dan itulah yang saya tulis di dalam buku ini. Nah, inikan kontribusi pemikiran-pemikiran saya, ya sudah kita tetapkan saja buku ini dengan judul Jayapura Emas 2030. Apa maksud dari judul Jayapura Emas 2030 itu, yang nanti harus dibaca oleh pembaca atau publik,” imbuhnya.

“Jadi, judul dengan kata Emas sendiri itu sudah sesuatu yang sangat filosofis. Yakni, ternyata ada sebuah revolusi mental yang sangat mendasar di sana untuk mencapai Jayapura Emas dan kita tidak bisa santai-santai dengan gaya-gaya yang biasa-biasa saja terus kita mau mencapai sesuatu yang berkarakter emas itu tidak mungkin,” tambahnya.

Karena itu, katanya, memang di sana ada perlu cara pandang, cara pikir dan juga cara kerja untuk mencapai satu tujuan. Hal ini adalah salah satu tujuan dan silahkan siapa yang bisa melihat atau dia bisa melanjutkan pondasi yang telah ditetapkan oleh Bupati Jayapura yaitu, bagaimana kebangkitan masyarakat adat ini.

“Dia mau bangkit dari mana dan mau menuju ke mana, ya kan. Kalau sekarang sudah ada Kampung Adat yang sudah keluar nomenklaturnya, jadi kampung adat seperti apa yang akan kita mau bangun itu. Nanti harus ada terjemahannya dia lagi dan harus detail itu, agar tidak ada tabrakan friksi di dalam maupun di luarnya itu harus jelas dan harus diundangkan atau di perdakan. Siapa yang paham dan bisa terjemahkan Jayapura Emas 2030 itu, silahkan baca buku ini,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *